JUJUR DAN MENEPATI JANJI
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا
2
قَوْلًا سَدِيْدًاۙ ٧٠
Wahai orang-orang yang
3
beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ ٧٠
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ
4
وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah 7 kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar. (QS. At Taubah ayat 119)
Kejujuran merupakan salah satu media yang bisa mengantarkan seorang muslim masuk surga. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan mengantarkan ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta. (H.R. al-Bukhari dari `Abdullah)
Berikut beberapa contoh perilaku jujur:
- Jujur kepada Allah Swt. Jujur kepada Allah Swt. dengan selalu melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jujur kepada Allah Swt. juga dapat dilakukan dengan senantiasa beristigfar, mengakui segala dosa yang telah dilakukan dan berjanji tidak akan melakukannya kembali.
- Selalu berkata jujur dan benar. Senantiasa jujur dan benar, baik dalam perkataan maupun perbuatan yang dilakukan terhadap semua orang, sebagai wujud dari keyakinan bahwa apa yang diperbuat dan dikatakan akan ada yang mencatatnya.
- Selalu berbuat jujur dan tidak curang. Orang yang jujur pasti percaya akan kemampuan dirinya sendiri sehingga tidak pernah berbuat curang. Misalnya seorang pelajar tidak pernah menyontek ketika ulangan. Seorang pedagang menjajakan dan menakar barang dagangannya dengan jujur, tidak berbohong, serta sesuai antara perkataan dan perbuatannya.
- Menjaga dan melaksanakan amanah yang dipercayakan. Amanah yang diberikan harus dijaga dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya pejabat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh tanggung jawab, seorang wasit memimpin pertandingan olahraga dengan sportif, dan seorang saksi memberikan kesaksian di pengadilan dengan penuh kejujuran. Ketika amanah yang dipercayakan kepada seseorang sudah dapat terlaksana dengan baik, berarti orang tersebut sudah mampu berperilaku jujur dalam memegang amanah.
Manfaat dari berperilaku jujur, antara lain:
- Dijanjikan masuk surga, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Bukhari Muslim yang menjelaskan bahwa kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan mengantarkan ke surga.
- Mendapat kepercayaan dari orang lain. Kepercayaan orang lain sangatlah penting, sebab jika kehilangan kepercayaan akan sangat sulit lagi untuk mendapatkan kepercayaan lainnya.
- Mendapat ampunan dari Allah Swt. atas dosa-dosanya, seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an Surah al-Ahzāb/33: 70-71.
- Melahirkan ketenangan sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat at-Tirmizi yang menjelaskan bahwa kejujuran mengantarkan kepada ketenangan dan kedustaan akan mengantarkan kepada keraguan atau kebingungan.
- Disukai banyak orang dan memiliki banyak teman, karena setiap manusia menyukai kejujuran, maka orang yang jujur pasti disukai semua manusia.
- Mendatangkan keberkahan dari Allah Swt. sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim.
- Dikumpulkan bersama orang-orang yang mulia lagi saleh di hari kiamat nanti, sebagaimana firman Allah dalam Surah an-Nisā/4: 69-70.
- Dicintai oleh Allah dan Rasul–Nya sebagaimana sabda Nabi Saw. dalam hadis riwayat at-Tabrani bahwa apabila seseorang ingin dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya maka harus melaksanakan amanah, jujur dalam bicara, dan berbuat baik terhadap sesama.
- Merasakan ketenangan dan kebahagiaan sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Imam Ahmad dijelaskan bahwa orang yang jujur tidak akan pernah merasa rugi.
- Terhindar dari bahaya sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Ibnu Abi Ad-Dunya dari riwayat Mansur bin Mu’tamir
- Bukan termasuk golongan orang munafik sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari Muslim dalam tanda-tanda munafik.
Menepati Janji
Islam sebagai agama yang sempurna sangat memperhatikan permasalahan janji ini dan memberikan dorongan serta memerintahkan untuk senantiasa menepatinya. Firman Allah Swt.:
وَلَا تَقْرَبُوْا 8 مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗۖ 9 وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا
Artinya:... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya. (Q.S. al-Isrā’/17: 34)
Untuk itu kita harus membiasakan diri dan melatih bersikap jujur dan menepati janji mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari hal kecil seperti:
- Melaksanakan perbuatan yang mencerminkan perilaku mengakui tidak ada Tuhan selain Allah Swt. sebagaimana janji yang diikrarkan melalui dua kalimah syahadat.
- Hanya kepada Allah Swt.-lah beribadah dan meminta pertolongan, sebagaimana janji yang selalu terucap dalam salat: iyyāka na’budu waiyyāka nasta’in, hanya kepada Engkaulah hamba menyembah dan meminta pertolongan.
- Mengikuti perjalanan, sirah, dan konsep kehidupannya Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah Swt.
- Memenuhi janji untuk menjaga dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta ini dengan selalu menjaga persatuan, perdamaian, dan kebhinekaan.
- Suami/istri menepati janji yang dibacakan dan diucapkan ketika mereka melakukan akad nikah.
- Segera menepati janji ketika berjanji kepada sesama manusia seperti memenuhi undangan atau bertemu di suatu tempat.
- Mengerjakan tugas dari guru sesuai dengan waktu yang disepakati.
- Apabila mempunyai hutang, segera membayarnya sesuai janji, bahkan kalau mungkin sebelum jatuh tempo segera melunasi hutang tersebut.
- Apabila mempunyai nazar, segera melaksanakannya sesuai dengan yang dinazarkan. Nazar merupakan janji untuk melakukan amalan kebaikan (seperti berpuasa atau bersedekah) ketika sesuatu yang dicita-citakan terpenuhi
Menepati janji memiliki beberapa keutamaan, antara lain:
- Mendapat kepercayaan dari orang lain karena tidak diragukan lagi ucapan-ucapannya sehingga mereka memberikan kepercayaan padanya.
- Menempati Surga Firdaus dan akan kekal di dalamnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah al-Mu’minun/23: 8-11.
- Termasuk golongan Nabi Muhammad Saw., sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Muslim bahwa orang yang suka merendahkan orang lain dan mengingkari janji bukan termasuk golonganku.
- Termasuk golongan orang bertakwa sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah Ali `Imrān/3: 76, dan Allah Swt. sangat menyukai orang-orang yang bertakwa.
- Termasuk kelompok manusia berakal dan dapat mengambil pelajaran dari apa yang telah Allah turunkan kepada umatnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah ar-Rā’d/13: 19-20.
- Bukan termasuk golongan orang munafik sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang tanda-tanda orang munafik.
- Tidak akan dimintai pertanggungjawaban lagi, baik di akhirat maupun di dunia apabila janjinya sudah dipenuhi, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah al-Isrā’/17: 34
Kisah Pemuda dan Sepotong Kayu
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman dahulu, sebelum era keislaman, hidup seorang pemuda dari kalangan Bani Israil yang memiliki pribadi luhur. Ia sangat jujur dan tak pernah ingkar janji. Suatu hari si pemuda sangat membutuhkan uang untuk keperluannya. Ia pun meminjam sejumlah uang kepada seseorang yang ia kenal. Namun, saat itu tak ada saksi dalam interaksi utang piutang tersebut.
“Datangkan ke sini para saksi yang akan mempersaksikan,” ujar si peminjam uang.
“Cukuplah Allah sebagai saksi,” kata si pemuda.
“Kalau begitu, datangkan kepadaku seorang penjamin,” pinta si peminjam lagi.
Namun, si pemuda tak memiliki seseorang untuk menjadi saksi apalagi penjamin. Ia hanya bisa berucap, “Cukuplah Allah sebagai penjamin,” kata si pemuda. Akan tetapi, baginya menyebut asma Allah dalam ikatan perjanjian maka menjadikannya sangat kuat. Jika dilanggar, ia amat takut Allah murka.
Tekad si pemuda pun dipercaya si peminjam. “Kau benar,” katanya. Ia pun kemudian memberi pinjaman seribu dinar kepada sang pemuda. Keduanya pun menyepakati masa jatuh tempo pengembalian uang tersebut.
Pergilah si pemuda mengarungi samudera untuk memenuhi kebutuhannya dengan uang pinjaman tersebut. Saat jatuh masa tempo pengembalian, ia pun bermaksud kembali ke pulau si peminjam tinggal. Namun apa daya, tak ada layanan perahu menuju tempat si peminjam.
Padahal, di hari biasa perahu selalu tersedia. Namun, entah mengapa hari itu si pemuda tak mendapati satu pun perahu meski telah mencarinya dengan keras. Cemaslah hati pemuda itu. Ia tak mau melanggar kesepakatan dan janji utangnya.
Si pemuda tak mau berputus asa segera. Ia telah berjanji akan mengganti uang seribu dinar tersebut pada hari itu juga. Maka ia pun berpikir, bagaimana cara untuk memenuhi janjinya. Ia pun mengambil sepotong kayu, kemudian melubanginya.
Uang seribu dinar itu kemudian ia masukkan pada lubang kayu tersebut. Tak lupa sepucuk surat kepada sang piutang juga diikutsertakan pada lubang kayu tersebut.
Ia menutup lubang kemudian melarungnya ke laut seraya berdoa, “Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa aku meminjam uang sebesar seribu dinar. Lalu ia (si peminjam) memintaku seorang penjamin, namun kukatakan padanya, ‘Allah cukup sebagai penjamin’. Ia pun rida dengan-Mu. Ia juga meminta saksi kepadaku, aku pun mengatakan ‘Cukup Allah sebagai saksi’. Ia pun rida kepada-Mu. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan perahu untuk mengembalikan uangnya yang kupinjam, namun aku tak mendapatinya. Aku tak mampu mengembalikan uang pinjaman ini, sungguh aku menitipkannya kepada-Mu,” ujar si pemuda bertawakal.
Sepotong kayu itu pun kemudian hanyut mengikuti arus laut. Namun, meski telah memasrahkan uang dalam kayu tersebut, bukan berarti si pemuda berhenti berusaha. Ia terus mencari perahu untuk menghantarnya ke negeri seberang, tempat si peminjam tinggal.
Sementara itu, di negeri seberang, si piutang terus menengok dermaga menunggu perahu si pemuda. Namun, lama nian tak ada satu perahu pun yang mengantarkan uangnya kembali. Ia pun menunggu di tepi laut berharap si pemuda menepati janjinya.
Cukup lama menunggu, ia pun bosan. Namun, tiba-tiba ia melihat sebongkah kayu yang hanyut. Bermaksud digunakan sebagai kayu bakar di rumahnya, ia pun memungutnya dan membawanya pulang. Terkejut, saat membelah kayu tersebut, ia mendapati uang seribu dinar dan sepucuk surat. Membaca surat tersebut, ia pun tersenyum riang.
Keesokan harinya, si pemuda muncul dengan wajah penuh cemas dan rasa bersalah. Turun dari perahu, ia bergegas menuju rumah si peminjam utang. “Demi Allah, aku terus berusaha mencari perahu untuk menemuimu dan mengembalikan uangmu. Tapi, aku tak memperoleh perahu hingga perahu sekarang ini aku datang dengannya,” ujar si pemuda menjelaskan uzurnya.
Si peminjam uang pun tersenyum melihat kegigihan pemuda menepati janjinya. Ia pun berkata, “Apakah kau mengirim sesuatu kepadaku?” tanyanya. Namun, si pemuda tak sedikit pun menyangka bahwa kayu kirimannya sampai tujuan meski tanpa alamat, apalagi jasa kurir. “Aku katakan kepadamu, aku tak mendapatkan perahu sebelum apa yang kubawa sekarang ini,” ujar si pemuda sembari menunjukkan seribu dinar untuk diberikan kepada si peminjam utang. Wajah sang piutang pun merekah gembira. Ia senang mendapati pemuda yang begitu jujur dan menepati janji. Ia pun harus berkata jujur bahwa utangnya si pemuda telah lunas melalui kayu yang dikirimkannya sesuai tenggat waktu peminjaman. “Sungguh Allah telah menyampaikan uang yang kau kirim di dalam kayu. Maka, pergilah dan bawalah kembali seribu dinar yang kau bawa ini,” ujar si pemberi utang.
Kisah pemuda dan sepotong kayu tersebut dikabarkan oleh Rasulullah dalam hadis riwayat Al-Bukhari dan Nasa’i. Tak dikabarkan jelas siapa nama pemuda tersebut dan latar lokasi tempat tinggal si pemuda dan si piutang. Namun, kisah ini dipastikan kebenarannya, mengingat kedudukan hadis yang menyebutkan kisah itu memiliki derajat shahih.
Dari kisah tersebut, terdapat hikmah agung yang dapat menjadi pelajaran bagi Muslimin. Membulatkan tekad sangat dibutuhkan Muslimin sebelum bertawakal kepada Allah. Hal tersebut tercantum dalam Alquran surah Ali Imran ayat 159, Allah berfirman, “...Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Dalam kisah, si pemuda menunjukkan sikap memenuhi janji dengan ketekadan yang luar biasa. Hingga kemudian, ia menyerahkan urusannya kepada Allah dengan mengirimkan sepotong kayu. Ia bertawakal kepada Allah agar suratnya sampai ke tujuan setelah memiliki tekad bulat dalam hatinya untuk memenuhi janji mengganti hutangnya.
Buah Manis Menepati Janji
Jumat 09 Aug 2019 17:17 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun keenam Hijriyah, ini merupakan capaian kesepakatan antara Rasulullah beserta kaum Muslimin dengan orang-orang Quraisy Makkah.
Kala itu, Rasulullah SAW dan para sahabat berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan umrah. Sementara Makkah masih dikuasai kaum Quraisy.
Sesampai di Al-Hudaibiyah, rombongan Rasulullah dihadang oleh kaum musyrikin. Maka, terjadilah perundingan antara kedua pihak yang menghasilkan kesepakatan.
Antara lain, gencatan senjata selama 10 tahun, tidak boleh saling menyerang, dan kaum Muslimin tidak dibolehkan umrah tahun ini tetapi tahun berikiutnya. Butir kesepakatan yang terakhir dirasakan sangat berat oleh kaum muslimin karena mereka harus membatalkan umrahnya.
Bertepatan dengan akan ditandatanganinya perjanjian, anak Suhail, juru runding orang Quraisy, masuk Islam dan ingin ikut bersama Nabi SAW ke Madinah. Suhail pun mengatakan akan menolak menandatangani kesepakatan jika anaknya tidak dipulangkan kembali.
Rasulullah akhirnya menandatangani kesepakatan dan menepati janjinya. Anak Suhail dikembalikan, dan umat Muslimin harus membatalkan umrahnya.
Perjanjian Hudaibiyah menjadi bukti keteguhan Rasulullah SAW terhadap janji yang telah disampaikan, meski sangat berat dirasakan. Itulah mengapa, beliau dijuluki sebagai seorang yang jujur lagi terpercaya.
Belum lama perjanjian berjalan, orang-orang kafirlah yang justru mengkhianatinya. Akibatnya, mereka harus menghadapi pasukan kaum Muslimin pada peristiwa pembukaan kota Makkah (Fathu Makkah) yang membuat mereka bertekuk lutut.
Sejak itu, Islam kian berkembang di Tanah Arab. Demikianlah di antara buah menepati janji, yakni datangnya pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.
Janji, kata yang ringan diucapkan namun berat dilaksanakan. Kadang terlontar janji, namun sampai saatnya memenuhi, tak ada niatan untuk menepati janji tersebut.
Ini bukanlah sikap positif. Seorang Muslim sejati antara lain memiliki ciri senantiasa menepati janji dengan yakin. Bahkan bisa dikatakan, sifat menepati janji menjadi salah satu faktor moral terpenting bagi keberhasilan seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Rasulullah banyak memberikan teladannya, termasuk larangan keras mencederai janji meskipun dengan orang-orang kafir. Nabi SAW menempatkan seseorang yang ingkar janji dalam golongan kaum munafik.
''Tanda-tanda munafik ada tiga; jika ia berbicara, ia bohong; jika ia membuat janji, ia mengingkari; dan ketika ia dipercaya atas sesuatu, ia mengkhianati kepercayaan itu.'' (Muttafaqun'alaih)
Janji adalah refleksi sosial manusia dalam kehidupan berinteraksi atau muamalah dengan yang lain. Secara sederhana dan garis besar, janji dibagi menjadi tiga.
Pertama, janji kepada Allah SWT. Inilah janji yang diikrarkan sebagai jawaban peng-iya-an manusia dari pertanyaan Allah SWT. Dalam surat al-Araf ayat 172 disebutkan, ''Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi (tulang rusuk) mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) ''Bukankah aku ini Tuhanmu?'' Mereka menjawab, ''Betul (Engkau Tuhan kami).''
Kedua, janji kepada diri sendiri. Janji ini bisa berbentuk ungkapan untuk memberikan motivasi kepada diri sendiri agar melakukan amal kebajikan.
Adapun ketiga, janji kepada orang lain, kepada agama, suatu kelompok atau golongan, organisasi perkumpulan, partai, masyarakat, dan bahkan janji kepada negara dan pemerintah.
Menepati janji merupakan jantung moral dan perilaku Islam. Sifat itu juga salah satu dari tanda-tanda yang paling mengindikasikan kebenaran keimanan serta Islam.
Sebuah janji adalah janji kepada Allah, dan berarti standar martabat dan kesucian. Menepatinya menjadi kewajiban. ''Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.'' (QS al Maidah [5] : 1)
Banyaknya ayat maupun hadis terkait janji, menunjukkan bahwa menepati janji dan komitmen berada di antara tanda-tanda keimanan. Sebaliknya, ingkar janji sangatlah dicela, berdosa besar juga ciri-ciri orang munafik.
Comments
Post a Comment